PENGENDALIAN INTERNAL



BAB II
PEMBAHASA
2.1 PENGERTIAN DEFINISI INTERNAL
Pengertia Pengendalian Menurut PSAP
Pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas-yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai  tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : Keandalan pelaporan keuangan, Efektivitas dan efisiensi operasi Dan Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Pengertian internal control menurut COSO                                                               Internal Control menurut coso adalah suatu proses, dipengaruhi oleh Dewan Direksi, manajemen, dan personil lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan Organisasi berupa efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku. Manajemen merencanakan, mengorganisasi, dan mengarahkan tindakan yang memadai untuk memberikan kepastian yang dapat diterima mengenai pencapaian tujuan perusahaan.

Pengendalian internal menurut para ahli
§  Menurut Warren Reeve Fess Control merupakan seluruh kegiatan untuk mengarahkan operasi mereka, melindungi aktiva dan mencegah penyalahgunaan sistem dalam perusahaan (Warren Reeve Fess, 2005:226).
§  Menurut Baridwan Definisi Sistem pengendalian intern dalam arti yang luas adalah meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan didalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memajukan efisiensi di dalam operasi, dan membantu menjaga dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu (Baridwan, 2001:13).

Pengertian pengendalian internal (internal control) adalah merupakan semua elemen dari sebuah organisasi yang diambil bersama-sama dalam mencapai tujuan organisasi, atau tindakan yang dapat meningkatkan kemungkinan mencapai tujuan perusahaan. Pelaksanaan pengendalian intern melibatkan seluruh anggota organisasi bukan dibebankan pada bagian tertentu saja, sehingga memberikan keyakinan terpercaya atas seluruh kegiatan organisasi yang meliputi realibility dari pelaporan keuangan, efisiensi dan keefektifan atas kegiatan atau operasi perusahaan dan kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang yang berlaku.

 Dari defenisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini :
§  Pengendalian merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu, bukan tujuan itu sendiri.pengendalian intern merupakan suatu rangkaian tindakan bersifat pervasif dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur entitas
§  Pengendalian dijalankan oleh orang.pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang menckup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.
§   Pengendlian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan komisaris entitas.
§  Pengendalian ditujukan untuk mencpai tujuan yang saling berkaitan: pelaporan, keuangan, keparuhan dan operasi.

2.2  KOMPONEN/UNSUR-UNSUR PENGENDALIAN INTERNAL
1.      Pengendalian Lingkungan                                                                                                   Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya dan merupakan dasar bagi semua komponen pengendalian internal lain yang melahirkan hierarki dalam membentuk struktur organisasi
Lingkungan pengendalian memiliki tujuh komponen, antara lain:
§  Integritas dan nilai-nilai etis
§  Komitmen terhadap kompetensi
§  Filosofi dan gaya operasi manajemen
§  Partisipasi dewan komisaris dan komite pemeriksaan
§  Struktur organisasi
§  Kebijakan dan praktik SDM
§  Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

2.      Penilaian Resiko                                                                                                        Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dalam mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang menghambat perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Berikut ini adalah lima hal kenapa penilaian resiko sangat penting adalah:
§  Bidang baru bisnis yang memerlukan prosedur akuntansi yang belum pernah diterapkan
§  Perubahan standar akuntansi
§  Hukum dan peraturan baru
§  Perubahan yang terkait revisi sistem dan teknologi barue. Pertumbuhan pesat entitas yang menuntut perubahan fungsi tugas
3.      Pengendalian Aktivitas                                                                                                         Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
Kebijakan dan prosedur yang dimiliki oleh manajemen untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa manajemen telah melakukan sebagai mana seharusnya.
§  Pengendalian aktivitas meliputi lima komponen sebagai berikut:
Pemisahan tugas yang memadai
§  Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
§  Dokumen dan catatan yang memadai
§  Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
§  Pemeriksaan kinerja secara independen
4.      Informasi dan Komunikasi                                                                                                              Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penengkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggungjawab mereka. Diperlukan untuk semua tingkatan manajemen organisasi untuk mengambil keputusan, laporan keuangan dan mengetahui kepatuhan terhadap kebijakan yang ditentukan oleh perusahaan sebelumnya.
Proses informasi dan komunikasi meliputi:
§  Memulai, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi suatu entitas di perusahaan.
§  Mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait.
5.      Monitoring                                                                                                                             Merupakan sebuah proses penilaian berkelanjutan dan periodik pelaksanaan internal apakah sudah terlaksana dengan baik dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi terhadap kualitas kinerja sistem pengendalian internal. Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.  Pemantauan dilaksanakan oleh personil yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoprasian pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk menentukan apakah pengendalian intern beroperasi sebagaimana yang diharapkan dan untuk menentukan apakah pengendalian intern tersebut telah memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan.







2.3  TUJUAN  DAN PRINSIP PENGENDALIAN INTERNAL
Menurut Haryono (2001: 4) mengemukakan tujuh prinsip pengendalian internal yang pokok, yaitu:
1)      Penetapan tanggungjawab secara jelas.
2)      Penyelenggaraan pencatatan perusahaan.
3)      Pengasuransian kekayaan dan karyawan perusahaan
4)      Pemisahan peralatan dan penyimpanan aktiva.
5)      Pemisahan tanggungjawab atas transaksi yang berkaitan.
6)      Pelaksanaan pemeriksaan secara independen.
7)      Pemakaian peralatan mekanis bila memungkinkan.

Tujuan Pengendalian Internal
1)       Keandalan Laporan Keuangan                                                                              Manajemen bertanggungjawab atas menyiapkan laporan keuangan untuk investor, kreditur, dan para pemakai lainnya. Manajemen mempunyai tanggung jawab baik hukum dan profesional untuk meyakinkan bahwa informasi tersebut disiapkan secara wajar dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2)      Efisiensi dan Efektivitas Operasional                                                                                             Kendali dalam suatu organisasi dimaksudkan untuk mendorong penggunaan yang efektif dan efisien atas sumber dayanya, mencakup personil, untuk mengoptimalkan sasaran perusahaan. Bagian penting dari kendali ini adalah informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan intern. Berbagai informasi digunakan untuk membuat keputusan bisnis. Bagian penting lainnya dari efektivitas dan efisiensi adalah melindungi aktiva dan arsip perusahaan. Aktiva fisik suatu perusahaan dapat dicuri, disalahgunakan, atau hancur secara tidak sengaja kecuali jika mereka dilindungi oleh kendali yang cukup. Hal yang sama berlaku untuk aktiva non fisik seperti piutang dagang, dokumen penting (kontrak pemerintah yang rahasia), dan catatan (buku besar umum dan jurnal). Melindungi aktiva dan catatan tertentu telah menjadi makin penting sejak kehadiran sistem komputer. Sejumlah besar informasi yang disimpan pada media komputer dapat hancur jika tidak ada perhatian untuk melindungi mereka. Melindungi arsip juga mempengaruhi keandalan laporan keuangan.
3)      Kepatuhan Ketentuan Hukum dan Regulasi yang Diterapkan                                       Setiap kegiatan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, meskipun hukum dan peraturan tersebut tidak berkaitan secara langsung dengan kegiatan perusahaan.


2.4  KETERBATASAN PENGENDALIAN INTERNAL                                                                              Terlepas dari bagaimana bagusnya desain dan operasinya, pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern.Hal ini mencakup kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian inten dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahan yang sifatnya sederhana.     
Berikut ini adalah keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern :
1)      Kesalahan dalam pertimbangan                                                                              Kadang – kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak mencukupi, keterbatasan waktu, atau prosedur lainnya.
2)      Gangguan                                                                                                                 Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi karena adanya gangguan ketika personel salah memahami instruksi atau membuta kekeliruan akibat kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem atau prosedur juga dapat berkontribusi pada teradinya kemacetan.
3)      Kolusi                                                                                                                                    Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain, konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian internal
4)      Pengabaian dalam manajemen                                                                               Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan ( misal, menaikkan laba yang dilaporkan untuk menaikkan pembayaran bonus atau nilai pasar dari saham entitas ). Praktik pengabaian termasuk membuat penyajian yang salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif
5)      Biaya lawan manfaat                                                                                                                       Biaya pengendalian internal suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat.

2.5  CONTOH KASUS PENGENDALIAN INTERNAL
SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KIMIA FARMA TBK.
§  PERMASALAHAN                                                                                                                   PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstatedpenjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupaoverstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.                                                                                                                                      Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
§  Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal  PT KIMIA FARMA TBK.                                           Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002. Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001. Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
§  Keterkaitan Manajemen Terhadap  SKANDAL PT KIMIA FARMA TBK
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan.
Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
§  Kesalahan Pencatatan Laporan Keunagan  KIMIA FARMA TAHUN 2001                        Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

2.6   Test Of Transaction                                                                                                                     Test of transactions atau Test atas transaksi merupakan bagian dari prosedur audit yang bertujuan untuk menguji pengendalian internal sebuah organisasi. Auditor menggunakan test terhadap transaksi untuk mengevaluasi apakah kesalahan atau proses yang tidak biasa terjadi pada transaksi yang mengakibatkan kesalahan pencatatan material pada laporan keuangan. Perbedaan test ini dengan test sebelumnya (test of control) adalah dalam test sebelumnya pengujian yang dilakukan tanpa memandang nilai moneter, namun dalam test of transactions nilai moneter menjadi salah satu objek yang akan di uji. Tes ini dilaksanakan dengan menelusuri jurnal transaksi dari sumber dokumen, memeriksa file, dan mengecek keakuratan.  Hal ini perlu dilakukan karna sangat berpengaruh pada opini auditor yang akan diberikan mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Umumnya Auditor akan mengambil sampel transaksi yang akan di uji dan melihat seberapa besar tingkat kesalahan yang dihasilkan, berdasarkan tingkat kesalahan tersebut auditor dapat menentukan apakah mereka dapat mengandalkan informasi yang tersedia baik di buku besar maupun jurnal pencatatan transaksi. Berdasarkan hasil tersebut pula maka auditor dapat menentukan ruang lingkup pekerjaan audit.

2.6.1        Compliance Test
Test Ketaatan (Compliance Test) atau test of recorded transactions adalah tes terhadap bukti-bukti pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan dalam pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun jumlah (rupiah) nya tidak material, auditor harus memperhitungkan pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian intern. Juga harus dipertimbangan apakah kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern bisa di atasi dengan suatu “compensating control”. Compliance test bisa dilakukan pada waktu interim audit dan dilanjutkan setelah perusahaan melakukan penutupan buku pada akhir tahun.
Misalnya:
Kesalahan yang ditemukan
Kelemahan I/C
Compensating Control
1.   Bukti pengeluaran kas dan bukti-bukti pendukung tidak di cap lunas.
Timbul kemungkinan bukti pendukung digunakan untuk pembayaran yang kedua kalinya.
§  Subledger utang selalu di update dan setiap akhir bulan direconcile dengan saldo utang dibuku besar.
§  Perusahaan memiliki bagian internal audit yang cukup kuat dan setiap bulan memeriksa kelengkapan bukti-bukti pengeluaran kas.
2.      Bukti pengeluaran kas tidak bernomor urut tercetak.
Timbul kemungkinan penyalahgunaan bukti tersebut untuk keuntungan pribadi.
Perusahaan menggunakan imprest fund system untuk pengeluaran <Rp.750.000,- untuk jumlah >Rp.750.000,- dibayar dengan giro, yang urutan nomornya selalu diawasi.

Compliance tets biasanya dilakukan untuk transaksi berikut ini:
Jenis Transaksi
Jenis Compiance Test
Sampel yang digunakan
·         Penjualan
·         Penerimaan kas
·         Pengeluaran kas
·         Pembelian
·         Pembayaran gaji dan upah
·         Journal koreksi/penyesuaian
Sales Test
Cash Receipts Test
Cash Disbursements Test
Purchase Test
Payrol Test
Journal Voucher Test
Faktur penjualan
Kwitansi
Monor Check/giro
Purchase Order
Daftar Gaji
Jurnal Voucher

Dalam melaksanakan compliance test, auditor harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kelengkapan bukti pendukung (supporting documents)
b.      Kebenaran perhitungan mathematis (footing, cross footing, extension)
c.       Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
d.      Kebenaran nomor perkiraan yang didebit/dikredit
e.       Kebenaran posting ke buku besar dan sub buku besar
2.6.2        Substantiv Test                                                                                                                      Substantive test adalah tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi).
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dalam substantive test antara lain:
a.       Inventarisasi aset tetap
b.      Observasi atas stock opname
c.       Konfirmasi piutang, utang dan bank
d.      Subsequent collection dan subsequent payment
e.       Kas opname
f.        Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain
Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor menemukan kesalahan-kesalahan, harus dipertimbangkan apakah kesalahan tersebut jumlahnya material atau tidak. Jika kesalahannya material, auditor harus mengusulkan audit adjustment secara tertulis (dalam bentuk daftar audit adjustment). Jika usulan adjustment tidak disetujui klien, dan auditor yakin usulan adjustment tersebut benar, maka auditor tidak boleh memberikan unqualified opinion. Untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap perlu mengajukan usulan adjustment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akan mempengaruhi opini akuntan publik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMELIHARAAN SDM

Makalah Kompensasi

KONSEP AUDITING